Oleh: Dr.H Shobahussurur M.A.
“Perumpamaan orang yang membelanjakan harta benda mereka dijalan Allah, adalah laksana satu biji yang menumbuhkan tujuh tangkai. Pada setiap tangkai terdapat seratus biji. Dan Allah akan menggandakan (pahala) kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah maha luas lagi maha mengetahui”. (Q.S. Al-Baqarah/2:261)
Setiap orang mencintai harta benda. Cinta harta adalah
naluri setiap orang. Setiap orang berusaha mencari harta benda, memiliki, menguasai,
kemudian mempergunakannya. Hanya saja diantara manusia ada yang terlalu
berlebihan dalam mencintai hartanya, sehingga berat sekali mendermakan sebagian
hartanya untuk mensejahterakan masyarakat. Mereka dihinggapi penyakit hati
akut, yaitu; pelit, bakhil, dan kikir. Sebagaimana disinyalir dalam Al-Quran,
bahwa manusia itu diciptakan bersifat keluh kesah dan kikir, ketika ditimpa
kesusahania berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan berupa harta benda
ia amat kikir (Q.S al-Ma’arij/70;20).
Buya Hamka Menegaskan bahwa cinta harta berlebihan hingga
menimbulkan sifat bakhil, kikir, dan pelit, pertanda syirik melekat dihati.
Harta benda dipersekutukan dengan Allah. Cinta harta mengalahkan kecintaan
kepada Allah. Seseorang dalam pandangan Islam berhak memilih dan mencintai
hartanya. Namun kecintaannya itu tidak boleh berakibat pada kerusakan diri
sendiri dan kerusakan orang lain. Dalam hartanya itu sesungguhnya terdapat
bagian orang lain (mustahiq) dan oleh karenanya harus dikeluarkan untuknya.
Maka dalam Al-Quran banyak sekali ayat-ayat yang mendidik
manusia agar bersifat murah hati, murah tangan, mudah memberi, dan berderma.
Berderma untuk berbagai kepentingan, terutama demi menegakan jalan Allah,
menunjukan tingkat keimana kepada Allah. Mendermakan harta itu diistilahkan
dengan infaq (membelanjakan), baik dalam bentuk zakat (infaq wajib), maupun
shadaqah, wakaf, hadiah, hibah dan lain-lain (infaq sunnah). Mengeluarkan harta
merupakan pengorbanan demi kebaikan masyarakat. Jalan Allah mengandung pengertian
yang sangat luas yang semuanya itu memerlukan pengorbanan harta benda. Termasuk
didalamnya berkorban untuk kepentingan dakwah Islam, mengangkat kemiskinan,
pendidikan agama, membangun atua memperbaiki masjid, musholla, madrasah, rumah
yatim piatu, rumah sakit dan lain-lain.
Seruan berinfaq dalam Al-Quran, demikian dijelaskan oleh
budaya Hamka, ada yang bersifat tarhib, bentuk ancaman kepada orang bakhil yang
enggan mengeluarkan hartanya. Mereka diancam siksa yang pedih bersama hartanya
dineraka. Ada pula yang bersifat targhib, rayuan dan janji gembira bagi siapa
yang mengeluarkan hartanya akan mendapat pahala yang berlipat ganda.
PAHALA TUJUH RATUS KALI LIPAT
Buya Hamka memberkan contoh menari k ternatang satu
kebajikan yang akan mendapat balasan dari Allah sebanyak tujuh ratuh kali
lipat, sebagai mana dijelaskan dalam Q.S Al-Baqarah/2:261. Umpamanya ada
seorang harta dermawan yang mendirikan sebuah sekolah dasar disebuah desa
miskin dan terpencil, sehingga anak-anak dikampung itu tidak perlu lagi sekolah
dikampung lain. Kemudian sekolah dasar itu diisi ratusan murid. Tahun demi
tahun sekolah itu meluluskan banyak pelajar yang kemudian melanjutkan ke
sekolah yang lebih tinggi ditempat lain. Hingga akhirnya kaum terpelajar itu
mendirikan sekolah-sekolah lagi dan mengabdi dimasyarakat. Orang seperti itu
pasti mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Walaupun dia hanya mendirikan
satu buah sekolah , namun berkambang menjadi sekolah-sekolah dan meluluskan
ratusan bahkan ribuan pelajar. Kalaulah Allah menyebutnya hasil itu tujuh
ratus, tidak perlu dimaksudkan persis tujuh ratus, malah bisa beribu-ribu.
Tentu saja yang mampu memahami penjelasan di atas sehingga
dengan sadar mengorbankan harta, hanyalah cintanya kepada Allah mengalahkan
cintanya kepada harta benda. Sedangkan orang yang akan dilipatgandakan sampai
tujuh ratus bahkan lebih. Orang dermawan yakin bahwa Allah maha luas sumber
rizki-Nya. Bila dia mengorbankan sebagian harta untuk dijalan Allah, maka Allah
pasti semata-mata mengharapkan ridha-Nya.
SOPAN SATUN BERINFAQ
Keikhlasan berinfaq dijalan Allah dibuktikan dengan tidak
usah mengungkit-ungkit harta (mannan) yang sudah diberikan, dan tidak pula
dengan menyakiti (adza), seperti dalam firman Allah: “Orang-orang yang
membelanjakan harta benda mereka dijalan Allah kemudian tidak diikuti apa yang
telah mereka belanjakan itu dengan mengungkit-ungkit dan tidak dengan
menyakiti, untuk mereka disisi Tuhan mereka, dan tidak ada ketakutan atas
mereka dan tidaklah mereka akan berduka cita” (Q.S Al-Baqarah/2:262)
Buya Hamka menjelaskan bahwa mengungkit-ungkit dan menyakiti
dalam berinfaq tanda tidak ikhlas. Sebagai contoh, orang yang telah memberikan
sumbangan mendirikan sekolah, namun karena sekolah itu belum jadi, pihak
panitia datang lagi kepada orang itu untuk sumbangna berikutnya. Tiba-tiba
diungkit pemberian yang telah lalu, dengan sikap sinis mempertanyakan
kedatangannya untuk minta sumbangan lagi,
padahal dulu dia telah menyumbang. Contoh lain yang telah membantu
seorang fakir miskin sehingga berhasil kaluar dari kemiskinan dan bahkan sukses
dalah hidupnya. Yang memberi bantuan itu lantas menyebut-nyebut bantuannya
dengan mengatakan: “kalau bukan karena bantuan saya dulu, tidaklah kamu
sebahagia sekarang ini”.
Infaq yang akan diberikan juga akan sisa-sia bila
dikeluarkan setekah terlebih dahulu menyakiti orang yang diberi. Bantuan
diberikan setelah memaki-maki, atau marah-marah. Atau meremehkan dan
menghinakan orang yang meminta, meskipun akhirnya memberi ala kadarnya.
Buya memberi nasehat
kepada kita agar memiliki sopan santun dalam berinfaq. Keikhlasan adalah kunci
utama. Hendaknya berinfaq dengan hati tulus, memandang orang yang meminta
sumbangan dijalan Allah sebagai sarana dari Allah untuk membuka pintu hati dan
bungkusan uang agar dikeluarkan kepada jalan yang baik. Bahkan andai kata kita
tidak memiliki harta untuk disumbangkan
saja qaul ma’ruf (kata-kata yang baik) itu jauh lebih baik dari pada memberi
sumbangan yang diikuti dengan sikap yang
menyakitkan (Q.S Al-Baqarah/2:263). Bila tidak ada harta yang disumbangkan,
kata-kata yang lembut, pikiran yang jernih, atau tenaga yang tulus diberikan,
merupakan sumbangan yang terpuji pula. Buya juga menyarankan hendaklah menutup
rahasia orang yang meminta bantuan. Sebab ada orang yang malu membuka rahasia
kesusahannya kepada orang lain. Kalau tidak karena terpaksa, pasti dia tidak
akan meminta bantuan. Maka berikanlah bantuan orang yang seperti itu secara
diam-diam, tutup rahasianya, jangan sampi diketahui orang lain.
Orang dermawan tidak pernah ditimpa rasa takut, tidak pula
merasa sedih. Tidak pernah takut hartanya akan berkurang lantaran berinfaq
dijalan Allah. Dalam keyakinannya, setiap harta yang dikeluarkan pasti justru
akan dilipatgandakan oleh Allah. Dia tidak akan merasa sedih karena kekurangan
atau kehilangan. Dia memberi oleh karena tidak merasa berhutang kepada orang.
Hatinya lapang, pikiran terbuka.
Oleh karenanya, orang dermawan adalah berani. Berani
mengorbankan harta bendanya untuk kepentingan perjuangan menegakan agama Allah.
Dia yakin akan mendapat ganti lebih banyak, dan dia tidak akan melarat karena
berinfaq. Orang dermawan selalu senang dan bergembira. Mukanya selalu jernih
berseri-seri. Dan tidak takut miskin. Dia tidak sedih kalau kekurangan. Dia
selalu bergembira, walau hartanya kadang datang dan kadang pergi, tetapi
kekayaan iman kepada Allah, tidak akan pernah hilang dan pergi. Dia adalah
orang yang bertaqwa yang salah satu tandanya
adalah mampu berinfaq fi al-sarra’ wa al-dharra’ (dalam keadaan senang
dan kesah), senbagai mana yang terkandung dalam Q.S Al-Imran/3:
Oleh karena itu, marilah kita mempertanyakan kepada diri
kita, seberapa banyak kita telah berinfaq dijalan Allah. Negeri kita yang terus
menerus dirundung susah, berbagai bencana terjadi, musibah dimana-mana, angka
kemiskinan dan kebodohan terus meningkat, membutuhkan uluran tangan kita semua.
Kita harus yakin bahwa setiap keringat yang menetes karena menolong orang,
setiap tenaga yang kita sumbangkan, setiap lempar uang yang kita serahkan
kepada mustahiq, setiap karya yang kita berikan kepada yang membutuhkan, akan
diganti oleh Allah dengan pahala yang berlipat ganda tanpa dirugikan sama
sekali.
WALLAU A’LAM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar